Semangat untuk melestarikan
budaya kesenian ketoprak oleh para guru dan jajaran pimpinan Dinas Pendidikan
Kota Surabaya (Dispendik) patut untuk kita apresiasi bersama. Bagaimana tidak
ditengah era modernisasi serta kemajuan perkembangan zaman budaya kesenian
ketoprak seakan-akan hilang di telan waktu.
Namun hal tersebut tidak boleh
terjadi karena warisan kekhazanahan budaya kas Surabaya harus tetap ada untuk
mewarisi generasi emas bangsa yang memiliki akhlak mulia dan berbudi pekerti
luhur.
Minggu malam, (29/05)
bertempat di gedung Pringgodani kampung seni THR para guru yang tergabung dalam
“Ketoprak Guru Surabaya”mengadakan pentas seni ketoprak. Ada hal yang
istimewa dalam pagelaran ini, karena para pemain bukan hanya berasal dari para
guru dan kepala SD saja namun juga berasal dari para pimpinan Dispendik
Surabaya, termasuk Kadispendik Surabaya Dr. Ikhsan, S. Psi, MM.
Ikhsan berujar bahwa selama
dua bulan para pemain bermain secara serius berlatih di kantor Dispendik,
cerita ketoprak yang mengusung tema “Pandadaran Putera Mahkota”.
“Tontonan ini dapat sebagai
penyemangat untuk terus menjaga serta melestarikan budaya, tidak hanya kepada
guru tapi juga mampu ditularkan kepada para siswa”.
Sementara itu, Kabid Ketenagaan
Ir. Yusuf Masruh yang berperan sebagai “Adipati Camplong” berpesan agar gelaran
ketoprak ini, tidak hanya menjadi tontonan sesaat saja, namun juga harus
dapat menjadi tuntunan serta tatanan dalam mengembangkan pendidikan Surabaya
lebih baik lagi di masyarakat.
Berbeda dengan Yusuf, Kabid
Dikdas Dra. Eko Prasetyoningsih, M. Pd yang berperan sebagai ibu Adipati
Kabupaten Wiyung juga menghimbau kepada guru untuk menularkan kebudayaan
lokal surabaya ini kepada para siswa di sekolah, dengan demikian kegiatan ini
juga suapaya dalam melestarikan budaya lokal.
Cerita Pandadaran Putera Mahkota
mecertikan tentang Kerajaan Waringin akan mengadakan pendadaran bagi
ketiga pangeran calon pewaris tahta. Setiap pendadaran yang dilaksanakan
pangeran Wandana putra bungsu Raja waringin selalu melakukan keanehan-keanehan,
misalnya, ketika ada pendadaran mencari pengawal pribadi, tidak seperti
kedua kakanya yang mendapatkan pengawal dua ksatria pria yang gagah
perkasa,Wandana justru memilih seekor anjing sebagai pengawalnya.
Namun anehnya, di setiap pendadaran Wandana pasti berhasil menjadi
pemenangnya.
Sampai suatu saat di puncak
pendadaran, ketiga pangeran tersebutharus mencari calon istri. yang
dilakukan Wandana justru memboyong seekor kodok untuk di jadikan sebagai calon
istrinya, tentu hal itu mebuat para kawula Waringin terbengong. Setelah melalui
beberapa alasan akhirnya sang Raja mengijinkan Wandana menikah dengan seekor
kodok yang sesungguhnya adalah jelmaan seorang Bidadari dari
kayanagan. Dan akhirnya Wandana dinyatakan sebagai pemenang dalam
pendadaran untuk kemudian di nobatkan sebagai Pangeran Pati calon pengganti
Raja di Kerajaan Waringin. (Humas Dispendik Surabaya)
No comments:
Post a Comment