- KIM BAHARI SUKOLILO BARU

Breaking

Post Top Ad

19/04/2023

 Pensiunan AL, Semangat Berjuang Di Muhammadiyah  

Oleh : Tri Eko Sulistiowati

Ahmad Sanusi (76), Pensiunan AL Semangat Berjuang di Muhammadiyah 

Terlahir di Jombang tanggal 12 Mei 1948 menjadikan Ahmad Sanusi tumbuh menjadi lelaki religius yang menghabiskan masa pensiunnya untuk mengabdi di masjid Sholihin kampung nelayan yang dikelola oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah Sukolilo Cabang Bulak Kota Surabaya.


Menjadi anggota Muhammadiyah merupakan pilihan hidup yang ia jalani sejak masih aktif sebagai prajurit TNI AL "Tahun 1964 saya ikut Munas Muhammadiyah di Genteng Muhammadiyah Surabaya" Kenangnya kala ditanya keaktifannya bermuhammadiyah.


Suami Zubaidah (70) ini memilih berada dalam barisan pengurus masjid Sholihin yang terletak di Jl. Sukolilo VI/16 RT 04 RW 02. kelurahan Sukolilo Baru Kecamatan Bulak Kota Surabaya yang dikelola Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Sukolilo, agar hidupnya lebih bermanfaat untuk kemaslahatan ummat.


Pesan KASAL Kuatkan Motivasi Hidup Manfaat 


Laksamana TNI Widodo Adi Sutjipto, kepala staf TNI AL sempat memberikan pesan pada Sanusi sebelum ia resmi pensiun tahun 1998 " Saya tidak rela kalau anda pensiun jadi satpam, kalau punya usaha saya doakan mudahan-mudahan lancar". Begitulah kenangan terakhir yang tak pernah ia lupakan.


Maka sejak resmi menyandang gelar pensiunan, Ahmad Sanusi bersama istri membuka toko yang menjual kebutuhan sehari-hari dirumahnya sembari mengikuti kegiatan Muhammadiyah dan semakin aktif di masjid sehingga tahun 2000 mendapatkan amanah sebagai bendahara masjid Sholihin hingga tahun 2010


Sejak itu, bersama H. Tawi, Huderi, Tauhid , Iwan , Romli , Samsul dan Umar rekan-rekan seperjuangannya setiap hari Jumat keliling dari pintu ke pintu untuk meminta donasi warga Muhammadiyah ber maksud menghidup-hidupkan masjid dengan berbagai kegiatan positif seperti pengajian dan lain sebagainya.


Bongkar Total Masjid Sholihin 


Usia masjid Sholihin menurut cerita tutur, konon dibangun oleh murid Sunan Ampel Raden Rahmat bernama KH Syafiidin pada abad XVI  di kampung nelayan yang merupakan peninggalan sejarah sehingga sayang kalau harus dihancurkan.


Beberapa kali sempat direnovasi sana-sini, akan tetapi bertambahnya tahun kondisi masjid berbahan kayu yang mulai rapuh sangat memprihatikan dan tidak bisa menampung banyak jamaah menjadi alasan tersendiri agar masjid di renovasi total.


Diskusi panjang mulai digelar, banyak ulama dan tokoh masyarakat kampung nelayan diminta saran dan pendapat, maklumlah masjid Sholihin termasuk bangunan yang dikeramatkan oleh warga walau pada akhirnya Muhammadiyah berhasil menghapus label "keramat" secara pelan-pelan.


Salah satu ulama yang didatangi Sanusi adalah KH. Amin, beliau tokoh masyarakat dan ketua  Nahdlatul Ulama yang sangat disegani di kampung nelayan sehingga pendapat nya perlu didengar dan dijadikan acuan oleh pengurus masjid Sholihin yang akan melakukan renovasi total. 


Gayung bersambut , KH Amin memberikan restu nya " Bongkaren ojok direhab sing penting ojo gegeran".  dalam bahasa Indonesia memiliki makna  silahkan dibongkar masjidnya yang penting rukun tidak saling bertengkar". 


Begitulah akhirnya pada periode Ketua PRM Zainul Arifin tahun 2000-2004 masjid Sholihin dibongkar dengan modal 9 Juta rupiah hasil dari donasi tiap hari Jumat yang diambil di rumah-rumah warga, sedangkan taksiran biaya yang dibutuhkan untuk merenovasi sebesar 1 milyar rupiah yang didesain bangunan dua lantai untuk menampung jamaah yang semakin banyak.


Open Donasi Hasil Laut 


Berbagai upaya ditempuh untuk mewujudkan bangunan baru masjid Sholihin yang mulai lapuk dimakan usia, salah satunya dengan pengambilan donasi hari Jumat secara rutin kemudian memaksimalkan potensi kekayaan sumber daya alam yang terbentang luas yaitu lautan.


Dengan semangat kebersamaan dan gotong royong warga muhammadiyah kampung nelayan bahu membahu mengerjakan pembangunan masjid dengan biaya mandiri diantaranya dengan sistem "jur-ujur" dimana hasil tangkapan nelayan secara sukarela sebagian diberikan kepada panitia pembangunan masjid..


"Semisal hari ini nelayan melaut dapat satu keranjang besar, maka sebagian hasil tangkapan nya atau sekeranjang kecil ikan-ikannya di sisihkan kemudian diberikan ke panitia pembangunan untuk diolah dan dijual untuk dibelikan material". Ungkap Sanusi


Lebih lanjut Ia menyatakan “anehnya hasil tangkapan nelayan bukannya habis malah semakin banyak bahkan bisa dibilang makin banjir ikan-ikannya sehingga panitia tidak kesulitan dana pembangunan hingga masjidnya selesai dibangun”.ujarnya.


Sebuah hasil fantastik terkumpul sebesar 52 juta sebagai donasi awal dari para donatur kampung nelayan yang menyisihkan sebagian hasil tangkapannya  ,Kemudian dapat sumbangan dari Bambang DH Walikota Surabaya tahun  2010 sebesar  Rp 10.000.000 kemudian dibawa ke Tulungagung untuk  pesan marmer senilai 52 Jt.


“Sejak hari itu donasi terus mengalir sehingga kebutuhan pembangunan masjid senilai satu milyar bisa dengan mudah terwujud karena kerjasama yanv kompak antara PRM , PCM , Takmir dan warga kampung nelayan termasuk warga muhammadiyah dan nahdiyin”. Pungkasnya 


Takmir Masjid 


Kini Masjid Sholihin berdiri dengan megah berarsitektur modern berwarna kuning coklat keemasan dan ada cungkup melati peninggalan syekh Safiidin ulama pendiri masjid sholihin yang pertama di abad XIV.


Berbagai kegiatan muhammadiyah dan ortom dipusatkan di masjid,dari kajian Aisyiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Pemuda Muhammadiyah dengan latihan Qori’ sampai kegiatan Ikatan pelajar Muhammadiyah (IPM) pengajian rutin sebulan dua kali , “Semuanya terjadwal dengan bagus sehingga secara bergantian masjid terus berkegiatan dengan pelaksana yang berbeda” Ujar Sanusi 


Kebersihan dan keamanan serta kenyamanan jamaah menjadi skala prioritas yang diperhatikan oleh pengurus masjid dibawah komando takmir sejak tahun 1936-1945 takmir masjid dipegang oleh Abu Bakar. Kemudian dilanjutkan oleh Maksum tahun1945-1965 dan Abdur Rozaq tahun 1965-1985. 


Tahun 1990 ketakmiran diamanahkan kepada Muhammad Yunus selama tiga periode. Yaitu periode tahun 1990-2005, lalu dilanjutkan Ahmad Sanusi periode tahun 2005-2010 dan H. Ahmad Nadhir mulai menjadi takmir masjid tahun 2010-2015. Lalu kepemimpinan takmir berikutnya dipegang Masfuh sejak 2015 - 2020 dan dilanjutkan Umar Suhartanto, SE dari tahun 2020 hingga saat ini.


Suka Duka Mengurus Masjid 


Pengalaman menjadi bendahara takmir dari tahun 2000 hingga 2010 kemudian dilanjutkan menjadi ketua takmir masjid dari tahun 2010-2015 dan hingga saat ini masih aktif sebagai anggota takmir menjadikan hidupnya lebih bahagia bisa bermanfaat untuk sekitarnya 


“Jadi bendahara di tengah perkampungan nelayan tidaklah mudah, ada tantangan yang harus dilalui diantaranya harus disiplin dan tidak gampang melepaskan uang jika bukan untuk kepentingan masjid tentunya dengan bukti penyertanya semisal nota ataupun kuitansinya harus jelas”. Ujarnya 


Salah satu tugas rutin yang dilakukan Ahmad Sanusi bersama tim donatur yaitu membuka kaleng kecil masjid tiap hari Jumat, kemudian satu bulan sekali membuka dan menghitung uang yang  ada di kaleng besar dan kemudian semua hasil penghitungan diserahkan ke bendahara takmir masjid Sholihin.


Selanjutkan uang yang terkumpul akan digunakan untuk kebutuhan operasional  masjid dan sosial kemasyarakatan seperti menjenguk orang sakit, memberi santunan anak yatim, orang  miskin dan dhuafa secara rutin dan berkala.


“ Jadi setiap ada uang masuk dan keluar harus dicatat dan dilaporkan setiap bulan, sangat administratif sehingga memudahkan cek dan ricek pengurus masjid dan pimpinan ranting Muhammadiyah Sukolilo Cabang Bulak Kota Surabaya dalam melakukan money”. Tambahnya. 


Sejenak Sanusi terdiam mengenang masa perjuangan bersama Muhammadiyah kala itu, “Rasa capek tak ada padahal untuk mewujudkan sertifikat tanah wakaf bukanlah hal yang mudah akan tetapi karena kerjasama , gotong royong dan saling memotivasi membuat kita semangat untuk sukses mendapatkan sertifikat”. Tambahnya 


Diakui olehnya “Saling menghargai antara  yang muda dengan yang tua menghasilkan jiwa legowo dan tak ada rasa sakit hati, pedomannya fastabiqul Khoirot sehingga Orang tua bikin contoh , silahkan kader muda menirukan”. Pungkasnya .(Tri Eko Sulistiowati /PWMU.CO)

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here

Pages